materi ujian bisnis internasional


Pada saat akhir Perang Dunia II tersebut, ekonomi cenderung mengerucut pada satu tumpuan kekuatan, Amerika Serikat (AS). Britania Raya mengalami kebangkrutan ekonomi akibat resesi sejak akhir abad ke-19 dengan kehilangan cadangan emasnya. Eropa Barat hancur sebagai akibat perang dunia. Demikian juga dengan Jepang. Dan tidak ada negara satu pun di dunia yang cukup kuat, kecuali AS.
AS menjadi kekuatan ekonomi tunggal pada saat itu dengan memiliki cadangan emas mencapai 65 persen dari seluruh dunia. Dia juga menjadi pemimpin dalam Perang Dunia II dan menang. AS juga, yang secara fisik, tidak tersentuh dan terseret menjadi medan perang, kecuali wilayah Hawai yang dihajar bom oleh Jepang.
Atas dasar peta kekuatan tersebut, kesepakatan Bretton Woods sangat kental dengan nuansa peran AS dalam mengatur tatanan ekonomi dunia. Salah satunya, peran dolar AS sebagai satu-satunya alat pembayaran dunia. Pada saat itu, setiap mata uang ditetapkan nilai berdasarkan cadangan emas masing-masing negara dan kemudian menetapkan nilaitukar mata uang terhadap dolar AS berdasarkan nilai paritasnya terhadap emas masing-masing.
International Monetary Fund (IMF) muncul sebagai hasil dari perundingan Bretton Woods, pasca Great Depression yang melanda dunia pada dekade 1930-an. Pada Pada tanggal 22 Juli 1944 – sebagai akibat dari Great Depression – 44 negara mengadakan pertemuan di Hotel Mount Washington Hotel, Kota Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat, untuk membahas kerangka kerja sama ekonomi internasional baru yang akan dibangun setelah Perang Dunia II. Negara-negara ini percaya bahwa kerangka kerja sama tersebut sangat dibutuhkan untuk menghindari pengulangan bencana ekonomi yang terjadi selama Great Depression. Pertemuan ini melahirkan “Bretton Woods Agreements” yang membangun IMF dan organisasi kembarannya, The International Bank for Reconstruction and Development (sekarang lebih dikenal dengan nama World Bank). Pada awalnya, IMF hanya beranggotakan 29 negara, namun kemudian pada awal tahun 2004 anggota IMF sudah mencapai 184 negara, yang berarti hampir semua negara anggota PBB juga menjadi anggota IMF.
Salah satu fungsi penting yang dimiliki oleh IMF ialah fungsi pengawasan. Fungsi (dan sekaligus tugas) ini berkaitan dengan segala aktivitas dan mekanisme dimana IMF harus mengawasi negara-negara dalam menjalankan kebijakan-kebijakan ekonominya demi tercapainya tujuan dan pelaksanaan yang efektif dalam sistem moneter internasional. Fungsi pengawasan ini ada dua jenis; pengawasan bilateral dan pengawasan multilateral. Dalam melakukan pengawasan, staf dan manajemen IMF memiliki hak untuk mengunjungi negara-negara anggota dan mendapatkan laporan dari pemerintah masing-masing negara mengenai kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil oleh pemerintah dan bagaimana implementasi dari kebijakan tersebut. Hasil dari kunjungan para staf ini kemudian dilaporkan dan didiskusikan kepada Executive Directors, dan hasil analisis ini kemudian dikembalikan kepada pemerintah negara yang bersangkutan dengan tujuan agar hasil analisis menjadi lebih transparan.
WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem perdagangan itu sendiri telah ada setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) - Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini. Sejak tahun 1948-1994 sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi. Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade Organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar. Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS tidak meratifikasi Piagam Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian, GATT tetap merupakan instrument multilateral yang mengatur perdagangan internasional.


  1. IMF
IMF- The International Monetary Fund atau Dana Moneter Internasional, salah satu dari tiga organisasi ‘Bretton Woods’ yang dibentuk sesudah Perang Dunia II, bersama-sama dengan GATT dan Bank Dunia. Peran awal IMF sebenarnya adalah untuk membantu keperluan pinjaman jangka pendek yang berhubungan dengan pembiayaan perdagangan. Dekade terakhir ini, IMF telah melebar sampai pada penyediaan pinjaman jangka panjang bagi negara-negara berkembang, dengan syarat negara-negara berkembang itu menata ulang perundangan dan ekonominya untuk mengutamakan pengembalian hutang, misalnya dengan cara memotong anggaran pemerintah dan meliberalisasi pasar dan peraturan investasi.
keuntungan dan kerugian jika Indonesia bergabung dengan IMF
·         KEUNTUNGAN
·         KERUGIAN

  1. WORLD BANK
International Bank for Reconstruction and Development (IBRD atau Bank Internasional untuk Pembangunan Kembali dan Pengembangan, lebih dikenal sebagai Bank Dunia, adalah sebuah organisasi internasional yang didirikan untuk melawan kemiskinan dengan cara membantu membiayai negara-negara. Pengoperasian Bank Dunia dijaga melalui pembayaran sebagaima diatur oleh negara-negara anggota.
Aktivitas Bank Dunia saat ini difokuskan pada negara-negara berkembang, dalam bidang seperti pendidikan, pertaniandan industri. Bank Dunia memberi pinjaman dengan tarif preferensial kepada negara-negara anggota yang sedang dalam kesusahan. Sebagai balasannya, pihak Bank juga meminta bahwa langkah-langkah ekonomi perlu ditempuh agar misalnya, tindak korupsi dapat dibatasi atau demokrasidikembangkan.
Bank Dunia didirkan pada 27 Desember1945 setelah ratifikasi internasional mengenai perjanjian yang dicapai pada konferensi yang berlangsung pada 1 Juli22 Juli1944 di kota Bretton Woods. Markas Bank Dunia berada di Washington, DC, Amerika Serikat. Secara teknis dan struktural Bank Dunia termasuk salah satu dari badan PBB, namun secara operasional sangat berbeda dari badan-badan PBB lainnya.

Kritik

Sebuah demonstran dalam unjuk rasa terhadap Bank Dunia di Jakarta, Indonesia.
Meski sering menjadi harapan negara miskin sebagai sumber pinjaman dana pembangunan, Bank Dunia sering dikritik oleh para penentang "neo-kolonial" korporasi globalisasi. Para penentang ini, yang sering disebut sebagai anti-globalisasi, menyalahkan Bank Dunia karena melemahkan kedaulatan negara penerima pinjaman melalui liberalisasi ekonomi.
Kritik yang paling umum adalah Bank Dunia berada dalam pengaruh negara-negara tertentu (terutama Amerika Serikat), yang mendapat manfaat paling banyak dari aktivitas Bank Dunia.
Kritik lainnya antara lain bahwa Bank Dunia beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip neoliberalisme, berdasarkan keyakinan bahwa pasar (bebas) dapat membawa kemakmuran kepada negara-negara yang mempraktekkan kompetisi bebas, tanpa campur tangan apa pun. Dalam perspektif ini, reformasi yang berinspirasikan "neo-liberal" tidak selalu tepat bagi negara-negara yang mengalami konflik (perang etnis, konflik perbatasan, dsb.) atau yang telah lama berada dalam kondisi tertekan (diktator atau penjajahan) dan negara yang tidak memiliki sistem politik demokratis yang stabil. Dalam sudut pandang ini, Bank Dunia lebih memilih masuknya perusahaan-perusahaan asing dibandingkan pengembangan ekonomi lokal negara yang bersangkutan.
Di sisi lain, kaum liberal mengkritik Bank karena hanya berperan sebagai organisasi politik murni. Dalam perspektif ini, Bank justru merepresentasikan penolakan terhadap konsep kemampuan pasar dalam mengatur ekonomi. Kaum liberal melihatnya sebagai alat yang dimiliki negara, untuk ekonomi internasional, yang bekerja untuk menutupi borok-borok dari kebijakan yang sedang dilakukan negara tersebut. Dalam sudut pandang ini, Bank Dunia mengambil tanggungjawab ekonomi liberal, dan tidak membiarkan kebijakan negara pada tempatnya.

keuntungan dan kerugian jika Indonesia bergabung dengan WORLD BANK’nj
·         KEUNTUNGAN
·         KERUGIAN

  1. WTO
WTO DAN GLOBALISASI KORPORASI
Apa persamaan antara US Cattlemen’s Association (Asosiasi Peternak Amerika Serikat), Chiquita Banana dan Industri Minyak Venezuela? Persamaannya adalah bahwa kepentingan-kepentingan bisnis besar ini sanggup mengalahkan undang-undang nasional mengenai jaminan keamanan pangan, penguatan ekonomi lokal, dan perlindungan lingkungan, dengan cara meyakinkan pemerintah masing-masing untuk menolak undang-undang tersebut lewat forum WTO (World Trade Organization).
WTO, didirikan pada tahun 1995, merupakan agen baru perdagangan global yang berkuasa, yang telah mengubah GATT (Perjanjian Bea-Masuk dan Perdagangan) menjadi sebuah perjanjian yang mampu memaksakan perdagangan global. WTO adalah salah satu mekanisme utama dari globalisasi korporasi. Pendukungnya mengatakan bahwa WTO berdasarkan pada ‘perdagangan bebas’ (free-trade). Namun sebenarnya buku aturan WTO yang lebih dari 700 halaman lebih tersebut, merupakan suatu sistem perdagangan bergaya korporatis (corporate-managed) yang komprehensif. Bahkan WTO jauh sekali dari filosofi perdagangan bebas abad ke-18 yang dikembangkan oleh David Ricardo atau Adam Smith, yang berasumsi bahwa baik tenaga kerja maupun modal kerja tidak boleh lintas batas negara.
Sistem perdagangan bergaya korporatis itu didominasi oleh efisiensi ekonomi yang tergambar dalam pencapaian profit perusahaan secara cepat. Keputusan-keputusan yang mempengaruhi ekonomi hanya dinikmati oleh sektor swasta, sedangkan biaya-biaya sosial & lingkungan menjadi beban publik.
Sistem yang kadang-kadang disebut model ’neoliberal’ ini mengesampingkan undang-undang lingkungan, usaha perlindungan kesehatan, dan standar tenaga kerja, dalam menyediakan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang murah bagi perusahaan-perusahaan transnasional (TNC/Trans-National Corporation). WTO juga menjamin akses perusahaan-perusahaan besar tersebut ke pasar luar negeri tanpa mewajibkan perusahaan-perusahaan transnasional tersebut untuk mempertimbangkan prioritas-prioritas keperluan domestik negara-negara yang dituju.
Dalam ideologi neo-liberal, mitos yang mengatakan bahwa setiap negara dapat berkembang dengan cara lebih banyak mengekspor dibandingkan impor, dianggap sangat penting. Sepertinya para pendukung ideologi ini lupa bahwa, bila suatu negara mengekspor mobil, misalnya, negara tujuan ekspor tersebut menjadi pengimpornya.
WTO melukai para pekerja pabrik baja Amerika Serikat
Lebih dari 10.000 buruh yang menguasai teknologi tinggi dan berupah tinggi kehilangan pekerjaan tahun lalu, setelah pabrik-pabrik baja Amerika Serikat memberhentikan buruh sebagai reaksi atas gelombang impor dari Jepang, Rusia, dan Brasil. Gelombang impor ini sebagian diakibatkan oleh dorongan IMF -- organisasi problematis ‘sepupu’ WTO -- agar negara-negara tersebut meningkatkan ekspor ke Amerika sebagai jalan keluar dari krisis keuangan yang juga sebagian diakibatkan oleh kebijakan IMF di masa lalu. Serikat Buruh Pabrik Baja Amerika (The United Steel Workers of America) bergabung bersama para pemimpin industri baja meminta bantuan Presiden untuk mengatasi hal ini. Tapi Presiden tak dapat berbuat apa-apa, atas larangan WTO.
Sebuah sistem global berupa undang-undang yang wajib dilaksanakan, telah tercipta. Dalam sistem ini, semua hal menjadi milik perusahaan besar, sedangkan kewajiban menjadi milik pemerintah, dan demokrasi tertinggal di belakang.
Saat ini perusahaan-perusahaan transnasional tersebut menginginkan lebih, yaitu suatu ‘Millenium Round’ (Putaran Milenium) baru dalam perundingan-perundingan WTO selanjutnya, yang akan mengakselerasikan percepatan laju ekonomi dengan cara memperluas kekuasaan WTO.
Tapi kegagalan konsep ini terlihat jelas pada pertumbuhan ekspor yang merugi sebagai buntut dari krisis ekonomi Asia Timur pada tahun 1998. Saat IMF mendorong negara-negara Asia untuk melakukan ekspor guna keluar dari krisis, maka sebenarnya Amerika menjadi pengimpor sebagai penyelamat terakhir. Buruh pabrik baja Amerika kehilangan pekerjaannya karena membanjirnya baja impor, sementara para buruh Asia tetap terperosok dalam depresi yang mengerikan.
Ideologi neo-liberal yang menyokong perdagangan bergaya korporartis dicerminkan lewat slogan "TINA" atau "There Is No Alternative" (Tidak Ada Pilihan Lain), merupakan suatu akibat yang tak terhindarkan dibandingkan suatu puncak dari usaha jangka panjang dalam membuat dan merancang aturan yang lebih menguntungkan perusahaan dan investor, ketimbang masyarakat, buruh maupun sektor lingkungan hidup.
Pejabat-pejabat tinggi perdagangan negara-negara anggota WTO berkumpul di Seattle pada akhir November. Jika anda belum membeli manual kampanye mengenai TINA dan ingin membantu untuk mengubah undang-undangnya, silahkan bergabung dengan aksi "Road to Seattle and Beyond". Sebagai permulaan, WTO harus meninjau ulang akibat dari aturan-aturan yang ada sekarang sebelum merundingkan persetujuan baru. Buklet ini menerangkan apa itu WTO, bagaimana WTO merugikan kepentingan umum, bagaimana perusahaan-perusahaan besar dan sebagian pemerintahan menginginkan perluasan kekuasaan WTO, dan apa yang dapat Anda lakukan.
APA DAN BAGAIMANA WTO ITU BEKERJA?
"Lama-kelamaan WTO terpaksa harus memperluas agendanya, karena lama-kelamaan terlihat bahwa WTO menjadi titik temu berbagai tantangan dan persoalan globalisasi"
Renato Ruggiero
Direktur Jendral WTO
WTO adalah organisasi internasional yang bertugas menjalankan seperangkat aturan pedagangan seperti, antara lain, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT = Perjanjian Bea-masuk dan Perdagangan), Trade Related Intellectual Property Measures (TRIPS = Perdagangan yang Berhubungan dengaan Hak Atas Kekayaan Intelektual), General Agreement on Trade in Services (GATS = Perjanjian Perdagangan Jasa). WTO dibentuk pada tahun 1995 dalam Putaran Uruguay (Uruguay Round) perundingan GATT.
Sebelum Putaran Uruguay, aturan-aturan GATT terpusat pada penentuan tarif dan kuota. Seluruh anggota GATT sepakat untuk mewajibkan pelaksanaan aturan-aturannya. Putaran Uruguay memperluas aturan-aturan GATT mencakup jargon perdagangan yang dikenal sebagai "non-tariff barriers to trade" (hambatan non-tarif terhadap perdagangan). Rintangan dimaksud adalah undang-undang keamanan pangan, standar produk, undang-undang pemakaian uang pajak, kebijakan investasi, dan undang-undang domestik lainnya yang memengaruhi perdagangan. Aturan WTO membatasi kebijakan non-tarif yang dapat diberlakukan atau dipertahankan oleh negara bersangkutan.
Saat ini negara anggota WTO berjumlah 134 negara dan 33 negara sebagai pengamat. Resminya, keputusan-keputusan di WTO dibuat dengan cara pemungutan suara (voting) atau konsensus. Namun, berulang-ulang negara-negara maju, terutama yang disebut negara-negara "QUAD" yaitu Amerika, Kanada, Jepang, dan Uni Eropa mengeluarkan keputusan-keputusan penting dalam pertemuan tertutup, dengan tidak mengikutsertakan anggota WTO lainnya.
Proses pengambilan keputusan WTO yang kurang demokratis dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, tercermin dalam Proses Penyelesaian Perselisihan (dispute settlement process) WTO. WTO mengijinkan setiap negara untuk saling menentang undang-undang dan peraturan masing-masing negara lainnya yang dianggap melanggar ketentuan WTO. Kasus-kasus kemudian diputuskan oleh satu panel yang beranggotakan tiga birokrat perdagangan. Tidak ada aturan mengenai konflik kepentingan, dan para panelis seringkali tidak begitu mengerti hukum domestik atau pertanggunggjawaban pemerintah negara bersangkutan terhadap perlindungan pekerja, lingkungan dan hak asasi manusia. Dengan begitu tidak terlalu mengejutkan jika setiap aturan mengenai kesehatan masyarakat atau lingkungan hidup yang dipersoalkan di WTO diputuskan secara ilegal.
Pengadilan WTO berlangsung secara rahasia. Dokumen-dokumen, pemeriksaan-pemeriksaan dan laporan-laporannya bersifat rahasia. Hanya pemerintah nasional yang dibolehkan berpartisipasi, sekalipun yang dipersoalkan adalah undang-undang negara. Tidak ada banding di luar.
Begitu keputusan akhir dikeluarkan WTO, negara yang kalah diberi waktu untuk melaksanakan satu dari tiga pilihan: mengubah undang-undangnya agar sesuai dengan ketentuan WTO, membayar ganti kerugian tetap kepada negara yang menang, atau mendapat sanksi perdagangan yang tidak dapat ditawar lagi. Posisi utusan Amerika di WTO meminta digantinya undang-undang negara bersangkutan agar konsisten dengan kebijakan WTO.
REKOR WTO: ANCAMAN TERHADAP DEMOKRASI, KESEHATAN DAN LINGKUNGAN.
Saat WTO dibentuk, organisasi-organisasi publik dan para anggota masyarakat yang peduli memperingatkan bahwa perpaduan antara aturan-aturan WTO yang berpihak pada indusri dan kekuasaan pelaksanaannya yang besar merupakan ancaman terhadap undang-undang yang melindungi komsumen, pekerja, dan lingkungan. Hampir lima tahun kemudian, hal ini terbukti dengan rekor yang jelas: kasus-kasus yang diselesaikan berdasarkan aturan-aturan WTO bias terhadap kepentingan publik.
  • KASUS UDARA BERSIH
KASUS : Atas nama industri minyaknya, Venezuela menentang Undang-Undang Udara Bersih Amerika (Clean Air Act) yang mewajibkan pabrik gas untuk menghasilkan gas yang lebih bersih. Undang-undang tersebut menggunakan data aktual tahun 1990 dari kilang-kilang minyak yang bersesuaian dengan EPA (kebanyakan kilang-kilang minyak Amerika) sebagai dasar perbaikan yang dibutuhkan oleh kilang-kilang minyak yang tidak memiliki data akurat (kebanyakan kilang minyak di luar Amerika). Venezuela menganggap undang-undang ini berat sebelah terhadap kilang minyak asing/di luar Amerika dan mengajukan kasusnya ke WTO.
HASIL : Panel WTO digelar melawan Undang-undang Amerika tersebut. Pada tahun 1997, EPA mengubah Undang-undang udara bersih tersebut untuk memberi pilihan bagi kilang-kilang minyak luar Amerika untuk menggunakan data-datanya sendiri (sebagai langkah awal). EPA mengakui bahwa perubahan ini ‘menciptakan potensi dampak yang merugikan bagi lingkungan’.
IMPLIKASI: Pengusaha minyak dari Venezuela dan negara lainnya akan menggunakan opsi datanya sendiri bila hal ini memberikan mereka dasar yang lebih lunak, dan dengan demikian mengijinkan mereka menjual minyak yang lebih kotor ke Amerika, yang akan memperburuk kualitas udara. WTO membuka jalan bagi para pelaku bisnis untuk menentang kebijakan-kebijakan semacam Undang-Undang Udara Bersih tersebut dan mengalahkan keberatan masyarakat setempat.
  • KASUS HORMON DAGING SAPI
KASUS : Amerika menentang larangan Uni Eropa atas penjualan daging sapi dari peternakan yang menggunakan hormon pertumbuhan buatan tertentu.
HASIL : Pada tahun 1998 panel WTO dijalankan untuk menentang Undang-Undang Uni Eropa tersebut, dan hasilnya meminta agar Uni Eropa sejak tanggal 13 Mei 1999 untuk membuka pasarnya bagi daging sapi yang menggunakan hormon.
IMPLIKASI : Larangan penggunaan hormon buatan diberlakukan sama bagi peternak Eropa maupun luar negeri. Jika konsumen dan pemerintah Eropa menentang penggunaan hormon buatan dan peduli terhadap potensi resiko kesehatan atau ingin mengembangkan metode peternakan yang lebih alami, mereka seharusnya berhak membuat aturan perundangan yang mendukung pilihan mereka itu. Sebaliknya, WTO memberi kuasa bagi pengadilannya untuk mempertanyakan apakah undang-undang kesehatan dan lingkungannya memiliki dasar keilmiahan yang sah.
  • KASUS UDANG - PENYU
KASUS : Empat negara Asia menentang syarat-sarat yang tercantum dalam Undang-Undang Amerika mengenai Ancaman terhadap Spesies-spesies, yang melarang penjualan udang yang penangkapannya membahayakan penyu laut.
HASIL : Pada tahun 1998, panel WTO memutuskan bahwa cara khusus Amerika melindungi penyu itu bertentangan dengan aturan WTO. Pemerintah Amerika Serikat saat ini sedang mempertimbangkan perubahan Undang-Undang di atas agar sesuai dengan keinginan WTO.
IMPLIKASI: Penangkapan udang tanpa membahayakan penyu sebenarnya dapat dilakukan dengan cara melengkapi jaring dengan alat pemisah penyu. Alat ini tidak mahal. Amerika mewajibkan nelayan dalam maupun luar negeri untuk menggunakan metode penangkapan udang yang aman bagi penyu. Tujuan untuk menyelamatkan penyu ini dapat saja digagalkan oleh kecaman WTO bahwa kebijakan Amerika itu ilegal menurut aturan WTO, semurah dan seefektif apapun pelaksanaannya.
  • KASUS "PISANG KARIBIA"
KASUS: Amerika Serikat berpendapat bahwa pasar Eropa secara tidak adil melakukan diskriminasi terhadap produksi pisang dari perusahaan-perusahaan Amerika di Amerika Tengah, karena Eropa lebih suka pisang dari bekas jajahan Eropa di Karibia.
HASIL: Pada tahun 1997, panel WTO memutuskan bahwa tindakan Eropa yang lebih memilih pisang Karibia itu ilegal menurut WTO. Eropa kemudian mengajukan kebijakan baru, tapi oleh Amerika tetap dianggap melanggar aturan WTO. Amerika diberi kuasa oleh WTO untuk menjatuhkan sanksi dagang sebesar US$ 200 juta terhadap impor Eropa sampai Uni Eropa mengubah kebijakannya sesuai keinginan WTO.
IMPLIKASI: Sumbangan Karibia yang sangat kecil terhadap perdagangan pisang di Eropa adalah sumber utama pendapatan dan pekerjaan bagi sebagian negara-negara Karibia, yang pertaniannya didominasi oleh ladang pegunungan. Jika Eropa meninggalkan kebijakannya agar sesuai dengan aturan WTO, sekitar 200.000 petani kecil di negara-negara yang sangat miskin akan kehilangan mata pencaharian mereka.
Pejabat-pejabat di negara-negara kecil Karibia kuatir bahwa pelaksanaan aturan WTO akan mengguncang ekonomi dan demokrasi mereka. Kerajaan-kerajaan bisnis obat Amerika melihat bahwa perubahan kebijakan ini akan membuat negara-negara ini lebih mudah diserang oleh penyelundupan obat.
Kepentingan busuk perusahaan pisang menginjak-injak para pekerja.
Menurut Kelompok Wanita Karibia, "Jaminan pasar bagi pisang telah memberikan perasaan aman bagi sekitar seribu keluarga di daerah Kepulauan Winward, dan memberikan kami kehormatan dan rasa percaya diri.
Kehilangan rasa aman karena perubahan mendadak dalam peluang pasar itu akan membuat kami kehilangan sumber andalan bagi pembangunan masa depan keluarga dan bangsa kami."
Mengapa Amerika Serikat melancarkan perang terhadap produk yang bahkan tidak tumbuh di Amerika? Mungkin alasan utamanya adalah Carl Lindner, CEO Chiquita, donatur raksasa kampanye pemilihan umum Amerika. Menurut Washington Times (25/08/97), Lindner menyerahkan lebih dari setengah juta dollar bagi kontribusi kampanye kedua partai peserta pemilu. Perkebunan besar Chiquita di Amerika Tengah terkenal melanggar kesehatan pekerja dan hak berorganisasi pekerja, tapi hal ini tidak menghentikan pembelaan Pemerintahan Clinton terhadap kasus mereka.
AGENDA TETAP (BUILT-IN AGENDA) WTO DAN ISU-ISU BARU
Masing-masing negara dan berbagai kelompok kepentingan memiliki agenda yang berbeda dalam pertemuan tingkat menteri WTO di Seattle. Ada tiga kategori isu, yaitu: Kategori pertama, banyak perjanjian WTO (Pertanian, Hak Kekayaan Intelektual, Jasa) memiliki pembahasan tetap (built-in review) dalam satu periode tertentu. Pembahasan ini tidak harus merupakan perundingan deregulasi baru. Kategori kedua termasuk komitmen-komitmen yang dibuat dalam pertemuan tingkat menteri sebelumnya untuk mengadakan perundingan tentang pertanian dan jasa di masa yang akan datang. Pertanyaan kunci yang akan dipecahkan dalam tahun ini adalah apakah kategori ketiga yaitu ‘isu-isu baru’ akan masuk dalam pembahasan WTO. Masuknya isu-isu baru seperti masalah investasi, kebijakan persaingan (competition policy) dan belanja pemerintah (government procurement), akan semakin jauh memperluas kekuasaan WTO.
PERJANJIAN-PERJANJIAN YANG SUDAH ADA
KETETAPAN TRIPS
TRIPS (Perjanjian Perdagangan yang Berhubungan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual / HAKI) mengatur aturan global yang harus dilaksanakan mengenai hak paten, hak cipta (copy right) dan merk dagang (trademarks).
Industri farmasi berpengaruh besar terhadap perundingan-perundingan TRIPS. Hasilnya, pakta TRIP terakhir mewajibkan negara-negara untuk menggunakan model Undang-Undang HAKI gaya Amerika, yang mengakui monopoli hak penjualan kepada pemegang paten tertentu dalam jangka waktu tertentu. TRIPS mewajibkan negara-negara seperti India, Argentina dan Brazil untuk meninggalkan banyak kebijakan yang membantu mereka mengembangkan produksi farmasi lokal dan membuat obat-obatan yang harganya terjangkau oleh konsumen miskin.
Perusahaan-perusahaan farmasi berharap bahwa perundingan WTO mengenai HAKI akan membuat mereka mampu memperketat aturannya, dan negara-negara berkembang kehilangan pilihan mereka yang paling sederhana untuk menyediakan obat-obatan penting, termasuk obat pencegah dan penyembuh HIV/AIDS.
PERJANJIAN SPS
Perjanjian WTO tentang Standar Sanitasi dan Fitosanitasi (Sanitary and Phytosanitary Standards) membatasi kebijakan pemerintah dalam hal keamanan makanan (kontaminasi bakteri, pestisida, pemeriksaan dan pelabelan) dan kesehatan binatang dan tanaman (impor wabah dan penyakit).
Perjanjian SPS bahkan melarang penerapan diskriminasi antara barang dalam negeri dan luar negeri. Perjanjian itu juga membatasi tingkat keamanan yang dapat dipilih negara-negara, sekalipun diterapkan sama di dalam maupun luar negeri. Misalnya, ketentuan SPS melemahkan penerapan "Precautionary Principle" (prinsip pencegahan) negara-negara yang melakukan prosedur-prosedur yang salah dalam hal pencegahan jika belum ada kepastian ilmiah mengenai ancaman terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Di satu sisi, aturan SPS berbuat salah dengan cara melindungi arus perdagangan dengan cara apapun juga.
Hormon Daging Sapi (Beef Hormone). Prinsip Pencegahan tergambar jelas dalam penerapan WTO mengenai Hormon Daging Sapi. Ketetapan SPS mewajibkan negara-negara untuk memberikan bukti ilmiah yang memuaskan dengan cara menunjukkan bahayanya sebelum sesuatu hal diatur. Panel WTO menyatakan bahwa Uni Eropa tidak memiliki bukti yang cukup mengenai bahya daging sapi yang diberikan hormon buatan itu terhadap kesehatan manusia. Uni Eropa harus menghapus larangan terhadap daging sapi itu atau menghadapi sanksi dagang.
Wabah Penyakit Eksotis (Exotic Pests). Penyebaran ‘spesies aneh’ seperti Kumbang Long-Horn dari Asia adalah kasus kehilangan habitat lainnya akibat kepunahan spesies dan membebani ekonomi Amerika kira-kira 123 trilyun dollar per tahun. Menurut aturan SPS, pemerintah harus membuktikan dulu bahwa suatu penyakit atau spesies aneh berbahaya sebelum menerapkan penangkalan masuknya penyakit itu. Sedangkan para ilmuwan pun mengakui bahwa tidak mungkin memperkirakan semua bentuk kerusakan akibat semua serangga atau penyakit tanaman. Tanpa prinsip pencegahan, hutan-hutan sudah diduduki dan dirusak oleh semua kumbang sebelum suatu pencegahan dapat diterapkan.
Pencantuman Label Makanan (Food Labelling). WTO menunjuk sebuah agen yang tidak jelas - Codex Alimentarius (sebuah agen yang dikenal memiliki hubungan erat dengan perusahaan) sebagai juri penerapan standar keamanan makanan dunia. Tindakan ini merupakan ancaman serius terhadap perlindungan konsumen. Lebih celaka lagi, Pemerintah Clinton menyatakan bahwa aturan SPS membatasi hak negara-negara untuk mencantumkan label produk dengan informasi yang sangat diinginkan konsumen, seperti metode produksi (misalnya ’organik’) atau manipulasi genetis. Hal ini akan membatasi secara drastis hak konsumen untuk mengetahui.
"Tidak ada gunanya memasang label jika tidak ada manfaat yang dapat dirasakan publik selain yang dianggap beberapa sektor publik berhak mereka ketahui."
Arnold Foudin, USDA
Seluruh Perjanjian Pertanian, termasuk SPS, memiliki pembahasan tetap (built-in review). Daripada mengadakan pembicaraan lebih lanjut mengenai derelugasi, maka sebaiknya ketetapan SPS harus ditinjau ulang dengan satu pandangan untuk merubahnya agar dapat melindungi undang-undang lingkungan, kesehatan dan keselamatan.
GATS : UNTUK KEPENTINGAN SIAPA?
Jasa, mencakup hampir seluruh kegiatan ekonomi yang tidak berkaitan dengan barang olahan pabrik, bahan baku dan hasil tani. Karena kebanyakan pelayanan jasa, seperti perawatan pasien atau pengajaran membutuhkan interaksi orang per orang, hampir tidak dapat disangkal lagi bahwa jasa pelayanan harus tetap bersifat lokal. Tidak lebih. Sekarang ini, perbankan, asuransi, dan data manajemen, semua menjadi bagian dari ekonomi global.
"Sejak tahun 1987, ekspor jasa pelayanan Amerika Serikat berlipat ganda bahkan lebih, mencapai 239 milyar dolar tahun lalu."
- Departemen Perdagangan Amerika Serikat
GATS (General Agreement on Trade in Services atau Perjanjian Perdagangan Jasa) adalah salah satu dari 15 Perjanjian Putaran Uruguay yang diwajibkan oleh WTO. GATS memerlukan perundingan-perundingan lebih lanjut, sekalipun sebagian persetujuan deregulasi utama jasa telekomunikasi dan jasa keuangan sudah diselesaikan dalam 4 tahun terakhir ini, perundingan mengenai jasa pelayanan tetap dimasukkan dalam agenda tetap (built-in agenda) WTO. Bahkan, Charlene Barshefsky, wakil industri dan sekarang Delegasi Perdagangan Amerika Serikat (US Trade Representative / USTR,) sekarang meminta untuk memasukkan juga bidang kesehatan dan pendidikan ke dalam perjanjian WTO. Cakupan mengenai ketentuan GATT dalam soal air dan sistem air (water and water system), termasuk di dalamnya air minum perkotaan mungkin juga akan dimasukkan dalam agenda GATS.
Dalam syarat-syarat GATS termasuk juga komitmen setiap negara untuk menderegulasi setiap sektor jasa. Deregulasi jasa keuangan adalah salah satu ‘pintu belakang’ untuk memasukkan MAI (Multilateral Agreement on Investment = Perjanjian Multilateral mengenai Investasi) ke dalam WTO.
PERJANJIAN PERTANIAN (AOA)
Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture / AOA) dalam Putaran Uruguay mengatur perdagangan pangan secara internasional dan dalam negeri. Aturan-aturan ini memacu lajunya konsentrasi pertanian ke agribisnis dan melemahkan kemampuan negara-negara miskin untuk mencukupi kebutuhan swadaya pangan dengan cara bertani subsistens (bahan pokok penyambung hidup).
Menurut asumsi ketetapan tersebut, daripada mencukupi sendiri kebutuhan pangan, lebih baik negara-negara itu membeli makanan dalam pasar internasional dengan uang yang diperoleh dari hasil ekspor. Namun, banyak negara-negara ‘kurang berkembang’ (less developed) menghadapi rendahnya harga komoditas mereka atas jumlah ekspor mereka yang terbatas. Selama empat tahun pertama WTO, harga bahan-bahan pertanian jatuh, sedangkan harga makanan tetap tinggi. Sistem ini dapat merugikan petani maupun konsumen; dan sekaligus membuka jalan bagi perusahaan-perusahan transnasional mendominasi pasar, terutama di negara-negara miskin.
Dibutuhkan aturan-aturan untuk menghadapi cepatnya pemusatan agribisnis. Segelintir kecil perusahaan di dunia ini yang sebenarnya menguasai perdagangan jagung, gandum, dan kedele dari seluruh dunia. Misalnya, jika Cargill berhasil dalam penawarannya untuk membeli padi Continental, maka ia akan mengontrol lebih dari 40% ekspor jagung Amerika Serikat, dan sedikitnya 20% dari ekspor gandum. Menguatnya konsolidasi ini nyaris mengarah pada kondisi monopoli, baik dalam stok industri pertanian maupun dalam pemrosesan makanan dan sistem distribusi.
ISU-ISU BARU
MAI DI WTO
MAI (Multilateral Agreement on Investment atau Perjanjian Multilateral mengenai Investasi) bertujuan untuk membuat peraturan global yang membatasi hak dan kemampuan pemerintah untuk mengatur spekulasi mata uang, investasi pada tanah, pabrik, jasa, saham, dan banyak lagi lainnya. MAI dirundingkan secara diam-diam selama dua tahun dalam OECD (Organization for Economic Cooperation and Development atau Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan), sebuah klub beranggotakan 29 negara terkaya di dunia. Perundingan didesakkan oleh perusahaan-perusahaan transnasional dan lobi-lobi bisnis besar dunia.
Pada tahun 1997, kesepakatan itu mulai terungkap saat para aktivis memaparkan potensi cengkeraman kekuasaan perusahaan. Pada Desember 1998, OECD menyerah dan menghentikan perundingannya. Sekarang, banyak negara OECD, dipimpin oleh Uni Eropa, ingin menghidupkan kembali MAI, dengan memasukkannya ke dalam perundingan WTO.
Maka MAI akan :
  • Melarang pertimbangan perusahaan atau negara akan hak asasi manusia, buruh dan lingkungan sebagai kriteria investasi.
  • Mencegah pemerintah untuk mendorong pembangunan ekonomi setempat dengan memberikan korporasi asing hak absolut untuk memasuki pasar dan mendapatkan perlakuan istimewa.
  • Melarang sama sekali ketentuan-ketentuan investasi tertentu, seperti kewajiban daur ulang atau memakai kandungan lokal dalam barang yang diproduksi, atau memakai pekerja lokal.
  • Melarang pengaturan spekulasi uang panas (hot money) - yang merupakan penyebab utama dari krisis keuangan Asia yang menghancurkan.
Bahkan MAI memasukkan ketentuan yang memberi kuasa bagi perusahaan asing dalam persidangan MAI untuk menuntut pemerintah nasional memberikan kompensasi uang bila mereka merasa bahwa kebijakan pemerintah akan menurunkan keuntungan mereka di masa datang.
Pejabat-pejabat lokal sadar bahwa MAI akan menghalangi kemampuan mereka untuk melayani masyarakatnya. Banyak dewan kota, seperti San Fransisco, Seattle, Jenewa dan lain-lain bersatu melawan MAI dengan cara mengeluarkan resolusi lokal bahwa masyarakat mereka termasuk dalam "Zona Bebas MAI". Diperlukan persatuan secara terus-menerus antara para aktivis, pemerintah lokal dan serikat-serikat buruh untuk mencegah kelahiran kembali MAI di dalam WTO.
PERJANJIAN PEMBEBASAN PENEBANGAN KAYU GLOBAL
(FREE LOGGING AGREEMENT / FLA)
Pemerintah Clinton telah memprioritaskan perjanjian ‘hasil hutan’ untuk ditandatangani di Seattle. Usulan mengenai ‘Perjanjian Pembebasan Penebangan Kayu Global’ ini akan memperluas pemakaian global atas kertas, bubur kayu, dan hasil olahan kayu lainnya sebesar 3-4%. Usulan itu juga akan membatasi kebijakan-kebijakan tertentu dari pemerintah yang mendukung kebijakan lingkungan hidup. Hal ini akan menimbulkan ancaman besar yang akan membahayakan hutan, ekosistem dan keanekaragaman hayati. Penghapusan pajak hasil hutan akan meningkatkan konsumsi dan penebangan kayu secara bersamaan, sementara hutan-hutan alami dunia akan terancam punah. Menurut World Resources Institute (WRI), hampir setengah dari hutan di dunia telah punah. Sisanya, sebagian besar menurun mutunya, dan hanya tersisa 22% area hutan yang relatif tidak terganggu.
"Waktunya sudah mendesak bagi industri internasional hasil hutan untuk mengesampingkan kepentingan-kepentingan sempit dan bersatu untuk mendukung liberalisasi perdagangan WTO dalam hasil hutan tahun ini."
- W.Henson Moore, Presiden dan CEO Asosiasi Perhutanan dan Kertas Amerika (American Forest and Paper Association)
Perundingan itu juga akan mengancam peraturan-peraturan penting mengenai lingkungan yang dianggap WTO sebagai rintangan non-tarif terhadap perdagangan. Misalnya, larangan pemerintah federal untuk mengekspor kayu gelondongan dari sebagian besar tanah publik yang diciptakan untuk melindungi hutan. Kebijakan sertifikasi atau ‘eco-labeling’ (seperti di Arizona, New York, dan Tennessee) yang mewajibkan penanaman berkelanjutan kayu-kayu dari hutan tropis yang dibeli pemerintah, juga dapat dianggap sebagai halangan non-tarif.
Pemerintah Clinton seharusnya berbuat sesuai dengan pidato "pro-lingkungannya" dengan cara menetapkan perjanjian perdagangan yang melindungi hutan dan ekosistem, ketimbang mengejar Perjanjian Pembebasan Penebangan Hutan Global.
KEBIJAKAN MENGENAI PERSAINGAN
(COMPETITION POLICY)
Usaha pemerintah untuk membantu perkembangan pembangunan ekonomi lokal dengan cara membatasi akses perusahaan transnasional ke pasar lokal dianggap oleh perusahaan transnasional sebagai praktek anti kompetisi. Dengan dukungan Uni Eropa, perusahaan transnasional ingin agar usulan hak absolut untuk memasuki dan beroperasi di setiap negara dapat disetujui dalam Putaran Milenium WTO. Para pendukungnya secara sinis berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan lokal, terutama di negara-negara berkem-bang, akan diuntungkan karena menjadi lebih efisien bila bersaing dengan perusahaan pendatang. Kenyataannya, menghilangkan kekuasaan pemerintah untuk menghindari monopoli pasar oleh perusahaan transnasional raksasa hanya akan menambah banyaknya pengambilalihan, merger, dan bentuk penggabungan industri lainnya yang hanya akan mengurangi persaingan yang sebenarnya.
BELANJA PEMERINTAH (GOVERNMENT PROCUREMENT)
Putaran Uruguay bahkan menghasilkan aturan yang mengatur cara pemerintah menggunakan pajak. Dalam aturan itu, pemerintah tidak boleh mempertimbangkan isu-isu politis, sosial, lingkungan dan keadilan saat memutuskan apa dan dari siapa pemerintah hendak membeli sesuatu. Pada dasarnya, aturan tersebut melarang semua bentuk pertimbangan non-ekonomis, seperti pilihan terhadap kertas daur ulang atau larangan terhadap produk dari negara tertentu. Namun, tidak seperti aturan-aturan WTO lainnya, aturan ini tidak wajib ditandatangani oleh semua negara, hanya 26 negara dan beberapa negara bagian Amerika Serikat.
Saat ini, beberapa negara ingin agar peraturan ini diwajibkan bagi semua negara anggota WTO (dan di semua negara bagian, propinsi dan daerah dalam negara itu) dalam usulan perundingan "Milenium Round". Pembelanjaan pemerintah mengecilkan arus dagang saat ini dalam nilai dollar.
HAK ASASI MANUSIA DI BURMA
Pada tahun 1996, Massachusetts mengesahkan suatu undang-undang yang melarang pemerintah negara bagian untuk membeli dari perusahaan-perusahaan yang berbisnis di Burma sebagai protes atas kediktatoran militer Myanmar yang melanggar hak asasi manusia. Undang-undang tersebut sama dengan undang-undang yang disahkan pada tahun 1980-an untuk menyokong gerakan anti-apartheid di Afrika Selatan.
Namun, kali ini perusahaan-perusahaan berpengaruh memakai WTO untuk melindungi kepentingan mereka. Atas desakan perusahaan transnasional, Uni Eropa dan Jepang menentang undang-undang tersebut di WTO sebagai pelanggaran atas pakta WTO mengenai Pembelanjaan Pemerintah.
Pemerintahan lokal, negara bagian dan federal menggunakan belanja pemerintah untuk mencapai tujuan kebijakan domestik dengan cara mulai dari meningkatkan pekerjaan lokal sampai pada memberikan kontrak umum kepada perusahaan milik kaum perempuan atau kaum minoritas untuk memacu perkembangan ekonomi dalam kelompok ini. Di Amerika Serikat, berkat program cadangan pemerintah federal, 23% perusahaan milik perempuan kulit berwarna mendapat sebagian kecil jatah penjualan pada pemerintah. Perusahaan transnasional menyerang program dan kebijakan ini sebagai praktek ikut campur terhadap pasar bebas. Jika usaha perusahaan transnasional ini berhasil, maka kelompok-kelompok yang dilindungi pemerintah akan terpuruk.
APA YANG AKAN TERJADI PADA WTO DI SEATTLE ?
Pada pertemuan di Seattle, negara-negara WTO akan mematangkan Deklarasi Kementerian (Ministerial Declaration) yang akan mengumumkan agenda WTO yang akan datang. Pada akhir putaran sebelumnya, anggota WTO setuju untuk membentuk komite untuk mempertimbangkan mengenai pertanian, jasa, dan HAKI (sekarang disebut agenda tetap / built-in agenda). Sekarang beberapa negara ingin menambahkan investasi (MAI), belanja pemerintah dan kebijakan persaingan, serta menghendaki agar diadakan suatu perundingan "Putaran Milenium" yang baru. Apapun perundingan masa depan yang akan disepakati, kita dapat mengantisipasi adanya deregulasi lebih lanjut yang menyokong kepentingan swasta.
Uni Eropa menghendaki Putaran Millenium di Seattle. Amerika Serikat menghendaki lebih banyak dibatasinya agenda tetap. Beberapa negara berkembang menentang keras perundingan lebih lanjut, mengingat sebagian deregulasi dan swastanisasi merugikan mereka. Mereka menentang putaran baru, dan menghendaki WTO berputar haluan (turn-around), suatu tema yang telah disiarkan oleh para aktivis sedunia
keuntungan dan kerugian jika Indonesia bergabung dengan WTO
·         KEUNTUNGAN
·         KERUGIAN

  1. OECD
OECD - Organization for Economic Cooperation and Development atau Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan yang menggambarkan dirinya sebagai ‘organisasi antar pemerintahan yang terdiri dari 29 negara ekonomi maju dari Eropa, Amerika Utara, dan Daerah Pasifik. Sampai pada pembicaraan mengenai MAI, OECD adalah think tank negara - negara kaya.

keuntungan dan kerugian jika Indonesia bergabung dengan OECD
·         KEUNTUNGAN
BERITA - pemerintahan-indonesia.infogue.com - JAKARTA, SENIN - Ajakan agar Indonesia masuk menjadi anggota Organisasi untuk Pengembangan Ekonomi dan Kerjasama atau OECD dapat dimanfaatkan sebagai langkah untuk memperbaiki persepsi Indonesia di dunia internasional yang sedang terpuruk. Ini dimungkinkan karena dalam forum-forum diskusi yang digelar di OECD, seluruh anggotanya memiliki hak berbicara yang sama besar."Pengalaman saya, jika perwakilan Indonesia ingin berbicara, maka akan diberi kesempatan. Jadi kesempatannya sama besar dengan negara lain, termasuk negara-negara besar seperti Amerika," ujar Staf Khusus Menko Perekonomian Muhammad Ikhsan di Jakarta, Senin (28/7).Menurut Ikhsan, besar kecilnya manfaat yang bisa diperoleh Indonesia sebagai anggota OECD akan sangat tergantung pada tingkat keaktifan Indonesia dalam bersuara di forum-forum diskusi organisasi itu. Ini perlu karena OECD merupakan organisasi yang serupa dengan sebuah klub, sehingga eksistensi anggotanya sangat dipengaruhi oleh daya lobi dan keaktifannya berbicara.Saat ini, India dan China dikenal sebagai negara-negara yang berhasil di dunia, karena mereka memiliki kemampuan mempromosikan diri ke dunia internasional secara baik. Sementara Indonesia masih lemah dalam mempromosikan diri.

"Lihat saja sektor pariwisata kita yang tidak juga berkembang karena kita tidak pintar mempromosikan diri. Bagaimana bisa mempromosikan diri, jika bahasa Inggris yang digunakan memaki grammar yang salah, " ujarnya.Hingga saat ini, kesepakatan Indonesia dengan pihak OECD baru sebatas pembentukan Development Center. Pusat pengembangan ini akan digunakan sebagai fasilitas kelompok diskusi yang bisa digunakan bersama-sama Indonesia dengan OECD. Sekarang yang terpenting dalah mengubah persepsi duni a terhadap Indonesia. Dunia memandang Indonesia selalu menghambat investasi asing masuk, tetapi apa benar demikian. Lihat saja di sek tor pertambangan umum, bagaimana mungkin Price Waterhouse Coopers menyatakan bahwa return (tingkat pengembalian) tertinggi dari sektor pertambangan ada di Indonesia, kalau ternyata kita menghambat investasi asing, ujar Ikhsan.

·         KERUGIAN

  1. ACFTA
Apa itu ACFTA?
February 22nd, 2010 1 Comment
ACFTA (Asean – China Free Trade Area) beberapa waktu terakhir ini tiba-tiba menjadi bahan pembicaraan yang populer dikalangan masyarakat. Berbagai media berlomba-lomba memberikan liputan mengenai ACFTA ini, dan harus diakui sebagian besar diantara liputan itu memberikan “rasa khawatir” bagi masyarakat, dimana ACFTA ini digambarkan akan menjadi momok bagi perekonomian nasional, meningkatkan pengangguran, membuat barang-barang dalam negeri kalah bersaing dsb.
Sebelum terlalu jauh berbicara, apalagi berkomentar mengenai ACFTA, sebenarnya bagaimana proses terbentuknya ACFTA itu?
Kesepakatan pembentukan perdagangan bebas ACFTA diawali oleh kesepakatan para peserta ASEAN-China Summit di Brunei Darussalam pada November 2001 . Hal tersebut diikuti dengan penandatanganan Naskah Kerangka Kerjasama Ekonomi (The Framework Agreement on A Comprehensive Economic Cooperation) oleh para peserta ASEAN-China Summit di Pnom Penh pada November 2002, dimana naskah ini menjadi landasan bagi pembentukan ACFTA dalam 10 tahun dengan suatu fleksibilitas diberikan kepada negara tertentu seperi Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam.
Pada bulan November 2004, peserta ASEAN-China Summit menandatangani Naskah Perjanjian Perdagangan Barang (The Framework Agreement on Trade in Goods) yang berlaku pada 1 Juli 2005. Berdasarkan perjanjian ini negara ASEAN5 (Indonesia, Thailand, Singapura, Philipina, Malaysia) dan China sepakat untuk menghilangkan 90% komoditas pada tahun 2010. Untuk negara ASEAN lainnya pemberlakuan kesepakatan dapat ditunda hingga 2015.
Walaupun ACFTA sudah tercetus sejak 2001 namun mengapa perhatian ke ACFTA baru terasa di semester II 2009?Setelah hiruk pikuk kekhawatiran seputar ketidaksiapan Indonesia dalam menghadapi ACFTA, tiba-tiba berita dan perhatian mengenai ACFTA ini malah “kalah populer” dibandingkan dengan Pansus Century padahal dampak sistemik dari ACFTA ini jauuhhhhhhhhhhhhhh lebih besar dari Rp 6,7 T kasus Century.
Apa yang dilakukan pemerintah selama 10 tahun ini? Segala potensi risiko seharusnya seharusnya sudah diketahui dan dapat mulai diantisipasi ketika ACFTA mulai tercetus pada 2001, namun seperti yang sama-sama kita ketahui, negara kita seolah baru tahu kemarin mengenai ACFTA. Disaat negara lain berlomba membangun infrastruktur, listrik, memberikan insentif buat investor dll, negara kita seolah selalu belum dapat mengimbangi kecepatan pembangunan negara lain, dan akibatnya bisa ditebak, negara kita yang kaya raya ini harus meminta penundaan ACFTA di bulan terakhir mendekati diberlakukannya kesepakatan. Memalukan?yah sptnya bukan hal baru lagi bagi kita melihat banyaknya permasalahan di dalam negeri.
Namun apapun itu, suka atau tidak suka, ACFTA sudah ada didepan mata. Seperti kata “Krisis” dalam bahasa China, Weiji, yang terdiri dari unsur-unsur yang menyatakan wei/bahaya dan ji/kesempatan. Semoga ACFTA ini bukan hanya menawarkan bahaya bagi Indonesia, namun juga kesempatan untuk belajar dan membuat ekonomi bangsa menjadi lebih kuat lagi. Ditengah krisis dunia pada 2008-2009, Indonesia termasuk satu diantara sedikit negara yang mencatatkan pertumbuhan positif, semoga momentum ini dapat tetap terjaga dan pemerintah bersama para pelaku ekonomi dapat total /all out menghadapi dan mengambil manfaat positif/produktif dari ACFTA ini.Bottom of Form
keuntungan dan kerugian jika Indonesia bergabung dengan ACFTA
·         KEUNTUNGAN
·         KERUGIAN
ANDUNG, (Tubas) – Dampak dari diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), telah menunjukkan bahwa ada indikasi terjadinya injuries maupun potensi injuriesterhadap beberapa industri. Indikasi injuries ditandai antara lain terjadi penurunan produksi sekitar 25-50 persen.
“Bahkan ada beberapa usaha yang sudah tutup dan ada juga yang beralih dari produsen menjadi assembling dan packagingseperti industri permesinan,” tegas Menteri Perindustrian, MS Hidayat pada acara “Workshop Pendalaman Kebijakan Industri untuk Wartawan” di Bandung, Jumat (08 April 2011).
Industri yang terindikasi injuredmenurut menteri adalah produk tekstil, alas kaki, elektronika, furniture(kayu dan rotan), mainan anak-anak, permesinan, besi baja, makanan dan minuman serta kosmetika.
Selain telah terjadi penurunan produksi juga telah terjadi penurunan penjualan di pasar domesik antara 10 hingga 25 persen, penurunan keuntungan antara 10-25 persen dan pengurangan tenaga kerja pada sektor-sektor industri antara 10 hingga 25 persen.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian Perindustrian sudah dan sedang berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mengambil langkah-langkah pengamanan dan peningkatan daya saing industri tersebut.
Salah satu diantaranya adalah melakukan MoU (memorandum of understanding) dengan Ditjen Bea Cukai untuk menyediakan data impor dengan negara-negara mitra FTA dan pengetatan pengawasan impor di tujuh pelabuhan utama.


  1. OPEC
OPEC (singkatan dari Organization of the Petroleum Exporting Countries; bahasa Indonesia: Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi) adalah organisasi yang bertujuan menegosiasikan masalah-masalah mengenai produksi, harga dan hak konsesi minyak bumi dengan perusahaan-perusahaan minyak.
OPEC didirikan pada 14 September 1960di Bagdad, Irak. Saat itu anggotanya hanya lima negara. Sejak tahun 1965 markasnya bertempat di Wina, Austria.
Pada Mei 2008, Indonesia mengumumkan bahwa mereka telah mengajukan surat untuk keluar dari OPEC pada akhir 2008 mengingat Indonesia kini telah menjadi importir minyak (sejak 2003) atau net importer dan tidak mampu memenuhi kuota produksi yang telah ditetapkan.
keuntungan dan kerugian jika Indonesia bergabung dengan OPEC
·         KEUNTUNGAN
·         Meningkatkan posisi Indonesia dalam proses tawar-menawar dalam
·         hubungan internasional. Kedudukan Menteri ESDM dalam kapasitasnya
·         sebagai Presiden Konferensi OPEC sekaligus Acting Sekjen OPEC pada
·         tahun 2004, telah memberikan posisi tawar yang sangat tinggi dan
·         strategik serta kontak yang lebih luas dengan negara-negara produsen
·         minyak utama lainnya;
·         · Peningkatan citra RI di luar negeri. Pemberitaan mengenai persidangan
·         dan kegiatan OPEC lainnya yang sangat luas secara otomatis dapat
·         mengangkat citra negara anggota. Perhatian media massa lebih terfokus
·         ketika pejabat RI (Menteri ESDM) memegang jabatan sebagai Presiden
·         Konferensi OPEC.
·         · Peningkatan solidaritas antar negara berkembang. Di dalam forum-forum
·         OPEC, semua negara anggota memiliki visi dan misi yang sama di bidang
·         energi serta menjadikan OPEC sebagai wahana bersama untuk
·         meningkatkan rasa persaudaraan sesama negara anggota dan negara
·         berkembang lainnya. OPEC Fund (lembaga keuangan OPEC) telah
·         memberikan bantuan dana darurat sebesar 1,2 juta Euro, dimana
·         separuhnya diperuntukkan bagi Indonesia, untuk rehabilitasi dan
·         rekonstruksi Aceh dan Sumatera Utara yang dilanda gempa bumi dan
tsunami pada akhir tahun 2004 .
Akses terhadap Informasi. Sebagai anggota OPEC, Indonesia
mendapatkan akses terhadap informasi, baik yang bersifat terbuka dari
Sekretariat OPEC maupun informasi rahasia mengenai dinamika pasar
minyak bumi. Disamping itu, Indonesia memiliki kesempatan untuk
menempatkan SDM-nya untuk bekerja di Sekretariat OPEC. Hal ini
merupakan investasi jangka panjang karena akan dapat menjadi network
·         bagi Indonesia di masa datang.
·         KERUGIAN

Artikel Terkait

What's on Your Mind...